Kamis, 02 Mei 2013

SEMUA Tentang Ponorogo DILEMMA BECAK MOTOR DI PONOROGO (Antara Urusan Perut,Aturan,Dan Konflik Sosial) Abot mas dados tukang becak niku,sedinten namung asal 15 ewu kadang mboten narik..nopo malih sak niki kathah ojek,kathah becak motor (berat mas menjadi tukang becak itu,sehari paling dapat 15 ribu,kadang tidak narik,apalagi sekarang banyak ojek,banyak becak motor) keluh Parman, seorang pengayuh becak di kawasan Pasar Legi Songgolangit. Fenomena becak motor yang kini mulai marak di kota Ponorogo memang sebuah persoalan yang dilematis,bak buah simalakama. Selain berbenturan dengan aturan pemerintah tentang angkutan jalan, juga rawan konflik konflik sosial dengan pelaku jasa transportasi lain yang tersaingi seperti pengayuh becak manual dan tukang ojek. Menelusuri persoalan, tim reporter al Millah menemui beberapa tukang ojek motor yang biasa mangkal di pusat kota. Kami mengggunakan becak motor ini pertimbangan awalnya untuk bertahan hidup,soal perut itu urusan nyawa,berat mas..ungkap Harjo. Laki laki berumur 65 tahun yang mengayuh becak sejak 1985 ini mengaku seiring faktor usia kekuatanya untuk mengayuh becak mula menurun. Maka demi kelangsungan hidup,dengan modal 3 juta rupiah ia mulai membuat becak motor. Kurang lebih hasilnya sebenarnya sama mas,karena kita juga mengeluarkan biaya untuk beli bahan bakar,yang utama kita bisa tetap bekerja ungkapnya. Melihat potensi ekonomi becak motor yang memikat, beberapa pihak tak bertanggung jawab memperkeruh situasi dengan “berinvestasi” di bidang ini. Investor ini bukanlah “orang kecil” yang bekerja untuk menyambung hidup namun para pengusaha kaya yang dengan modal cukup lalu membuat armada becak motor untuk menangguk untung. Pihak Dishub dan Kepolisian sebagai institusi yang bersentuhan dengan becak motor ini cukup sadar dengan rumitnya persoalan yang dihadapi. Sebenarnya bentor ini melanggar UU No 22 tentang angkutan jalan ungkap Junaidi dari Dinas Perhubungan Ponorogo. Muhono dari Kabid Kolantas Polres Ponorogo menerangkan hal yang sama, kami dari kepolisian menjalankan aturan demi kebaikan bersama,tugas kami menegakan aturan sedangkan keputusan kami berikan kepada pihak yang berkewajiban yakni pengadilan ungkapnya. Kedua orang ini memberikan gambaran,bahwa memang dari segi konstruksi kendaraan dan keamanan becak motor cukup rawan. Kecepatan becak motor yang 2 kali lipat becak manual dengan posisi penumpang di depan tanpa pelindung akan sangat membahayakan jika terjadi kecelakaan. Keduanya berharap masyarakat dapat berfikir rumitnya persoalan dan kenapa mereka menegakan aturan Perlu Duduk Bersama Dalam masyarakat modern dimana rawan benturan kepentingan antar kelompok masyarakat, fungsi legislative (dewan perwakilan rakyat) dan (eksekutif) sebagai pihak yang membuat aturan sangat diperlukan. Eksekutif dan legislative mempunyai peran utama untuk “mendamaikan dan mempertemukan” antar kelompok yang saling bersinggungan. Persoalan yang sangat mirip problematika becak motor ini pernah terjadi juga di Ponorogo dalam bentuk yang lain yakni konflik huller (penggilingan padi) keliling. Huller keliling yang sangat membantu petani karena bisa menjangkau langsung tempat mereka dan membuka lapangan kerja ratusan orang berbenturan dengan aturan tentang konstruksi kendaraan serta benturan dengan pemilik huller tetap. Persoalan saat itu mencapai sebuah solusi karena kepedulian gerakan mahasiswa Ponorogo yang masih sangat kuat di awal tahun 2000an. Para tokoh gerakan mahasiswa seperti Imam Mahfud (STAIN,kini staff ahli di DPR RI) juga Ali Mustofa, mendampingi para pemilik huller untuk duduk bersama dengan wakil rakyat dan Pemda. Dalam demo besar yang diikuti hampir 1000 orang itu akhirnya didapat sebuah kebijakan yakni huller keliling diperbolehkan beroperasi dengan syarat tidak melewati jalan protokol (jalan utama) yang ramai lalu lintas,menjaga jarak beroperasi dari huller tetap dan membuat paguyuban untuk mengatur anggotanya (laporan utama majalah al Millah Edisi 17). Sayangnya gerakan mahasiswa yang dulu aktif mengawal isu isu lokal kini semakin kehilangan gaungnya.Pihak legislatif dan pemerintah pun terkesan sibuk dengan urusan urusan "besar" sehingga persoalan 'kecil" seperti becak motor baru mendapat perhatian jika keadaan sudah memanas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar